EKSPEDISI SUMATERA PART 1
Aku ingin menceritakan bagaimana
petualanganku dimulai. Sejenak
Perjalanan hidup yang ku goreskan melalui ketikan di blog ini. Tuhan
telah memberikan kesempatan untuk diriku menapaki tanah sumatera. Jawaban dari
segala imajinasi yang membukakan mata dideretan peta Indonesia. Negeri kaya, negeri yang bak berlian mengguntai, negeri yang bernama Indonesia. Salah
satu dari mozaik itu adalah Sumatera.
Tak pernah kuduga sebelumnya
rangkaian yang kulihat di peta kini menjadi penapakan jelas terasa kaki
melangkah. Kesempatan untuk berkunjung ke Medan, Belawan, Padang dan Jambi.
Adalah kesempatan yang Tuhan berikan kepadaku. Rasanya tinggal selangkah lagi
aku bisa ke Tanah suci mu. Rasanya tinggal setapak lagi aku melihat luasnya
daratanmu diantara benua yang lain. Benua yang menjadi impian semua orang,
Eropa dan Australia. Akan ku coba taklukan,
Bismillahirohmanirohim.
Biarlah orang lain menilaiku norak,
kampungan atau apapun itu, aku hanya ingin menuliskan memori yang telah Tuhan
berikan, agar kelak dari menjadi ceritaku kepada siapapun yang ingin
mendengarnya, karena ini adalah sebuah cerita dari kehidupan.
Bermula dari Medan - Belawan
Tiba di bandara Polonia Medan
sekitar pukul 12.00. langkah pertama yang dilakukan adalah segera mencari penginapan yang murah. Ternyata mudah ditemukan di kota ini. Medan
tidak terlalu beda dengan Jakarta, sama sumpek dan panasnya. Setelah istrirahat
dan memulihkan energi karena perjalanan udara, saatnya untuk mengenal kota ini
lebih dekat.
Di sana aku mencoba berjalan mengenal
sisi kota mulai dari penduduk, bangunan fisik, kendaraan, semuanya menjadi satu
pandangan pertama yang terlihat. Ya budaya memang satu paket dengan manusianya,
apa yang dihasilkan itulah produk budayanya, jika yang suka Antropologi pasti
tak asing dengan adanya unsur Budaya, Antropolog kenamaan Indonesia yakni Prof
Koentjaraningrat membagi unsur budaya menjadi tujuh unsur yakni; religi, sistem
ekonomi atau mata pencaharian, sistem kekerabatan, sistem bahasa,sistem
kesenian, sistem pengetahuan, sistem peralatan.
Sebagai orang yang
berlatar belakang pendidikan Sejarah, melihat dari sisi historis menjadi sangat
menarik, karena itu adalah yang paling
aku suka jika berplesiran ke suatu daerah. Biasalah doktrin anak sejarah yang
ditanamkan adalah bahwa masa kini erat dengan masa lalu menjadi begitu mengikat
di memori otak ini.
========================================================================
========================================================================
Ok kita start dari pengamatan pertama adalah kendaraan khas Medan yakni Bentor dan Sodoku. Bentor adalah Becak Motor, kendaraan ini sebetulnya pernah dilarang, namun ramai kembali karena banyak diprotes oleh ratusan penarik yang menggantungkan hidupnya pada kendaraan ini. Pengemudi Bentor ini secara etika berkendaraan tak kalah jauh dengan pengemudi bajai di Jakarta, kurang disiplin, tidak taat peraturan dan kadang suka punya aturan sendiri jika ingin belok atau berhenti, padahal jelas terpasang dilarang belok atau bukan belokan tapi dia tetap belok.
Pengamatan yang nampaknya sama
dengan para pengendara motor atau bajai di Jakarta,
yang kadang tidak tahu aturan atau melupakan etika berkendaraan. Padahal
sudah sering Polisi lalu lintas mempunyai moto, tertiblah berlalu lintas
utamakan keselamatan sebagai kebutuhan anda.
Dari bentor kita beralih ke
SODOKU, adalah mobil angkot tua yang pertama ada di kota medan, angkot ini
sudah ada sejak tahun 65 atau tahun 70 an. Tapi sampai sekarang masih sama saja
bentuknya, tak mengerti bagaimana pemerintah melakukan peremajaan pada angkot
ini yang semestinya sudah dilarang untuk beroperasi. Ah, satu lagi yang tak mungkin
aku lupakan dari angkot yang ada di kota Medan ini adalah mereka tak memiliki
stiker jurusan atau tujuan, Cuma ada nomer, tapi tak jelas jurusannya apa. Jadi
jika ada yang berkujung ke Medan naik angkot harus tanya dulu jurusannya apa,
karena tak ada pentunujuk sama sekali mau ke arah mana. Seangker-angker angkot
di Jakarta, tetapi masih terpampang stiker tujuan atau rute yang dilewati.
Pemahaman secara historis coba
aku jajakan sebagai langkah awal mengenal kota ini. Di medan aku berjalan ke
Masjid raya Medan, waktu menjelang magrib sekalian aku mencoba untuk shalat di
sana, memasuki ruang dalam masjid, sangat tampak arsitektur antar budaya
terlihat, ada akultuasi budaya yang tercermin dari Masjid yang dibangun pada
masa pemerintahan sultanan Deli ini, ada unsur timur tengah, dan Eropa,
Tak jauh dari masjid raya Medan
percis di sampingnya kita dapat melihat Istana maimun, yakni istana kesultanan
Deli, yang mnejadi lambang dari kota Medan. Dalam sejarah kesultanan Islam,
para Sultan memang membangun Masjid
dekat dengan Istana, di beberapa kesultanan di Indonesia bahkan menjadi
sebuah alun-alun kota, sebagai pintu gerbang antara istana dan rakyatnya.
Contonya ya tak kalah jauh ykani kesultanan Yogyakarta yang dekat dengan Masjid
Kauman. Sayang karena aku berkunjung pada malam hari jadi tak sempat untuk
melihat isi dalamnya. Mau foto pun tak sempat, karena di Medan sedang ada
pemadaman listrik besar-besaran.
Setelah menunaikan sholat magrib, langkah kaki ini berjalan menuju
Merdeka Walk, keinginan menuju jalan ini
sesering di rekomendasikan orang jika berkunjung ke Medan coba berkunjung ke
Merdeka walk, karena di sana merupakan tempat tongkrongan yang asyik dan tempat
anak gaul medan. Sebetulnya bukan tempat nongkrongnya sih, yang menjadi pusat
perhatianku, tapi sisi historis yang begitu kental, sepanjang jalan banyak
gedung tua dan yang menjadi ikonnya adalah gedung bank Indonesia yang dulunya
bernama de javaseche bank, sebelahnya gedung pemerintahan, di seberangnya ada
kantor pos tertua. Mengingatkan seperti halnya wilayah kota tua di Jakarta...
karena juga berdekatan dengan stasiun
kereta api medan. Lagi-lagi
peninggalan Belanda yang mengantarkan mobilitas penduduk medan
keberbagai penjuru wilayah Sumatera, seperti Deli serdang, Serdang bedagai, dll.
Sebuah konsep kota khas Belanda.
Selama berada di Medan aku ditemani dengan seorang kenalan baru bernama bang
Anwar, anak jakarta yang hijrah ke medan, wahhh dia adalah guide yang baik
banget karena mengenalkan sisi kota sama orang yang baru macam diriku ini. Dia
baru di Medan namun sangat mengenai medan sangat baik, dia tahu pelosok kota
lengkap dengan keunikan dan ikon wilayah yang menjadi tujuan berbagai wisata.
Di sela kesibukannnya dia aktif menjadi guide para siswa atau mahasiswa yang ingin
berwisata kota tua, kemapuan wawasan sejarahnya lumayan mumpuni, cocoklah
walaupun backgroundnya bukan sarjana sejarah.
Terpikirkan untuk Anwar bisa
mengembangkannya, mengingat di Medan belum ada komunitas yang sejenis, hanya
saja sayang anwar belum memanfaatkan media sosial untuk dia mempromosikan
programnya. Melalui Blog ini aku coba tawarkan kepada siapa pun yang ingin wisata
sejarah Bung Anwar temanku yang satu ini bisa di jadikan referensi. Maju terus
bung Anwar.
Puas berkeliling kota medan
perjalanan dilanjutkan kearah utara Medan yakni Medan Belawan, sebuah wilayah
pesisir dan pelabuhan utama dari Provinsi Sumatera Utara. Lokasi ini mirip
dengan wilayah cilincing, Muara karang dan penjaringan Jakarta Utara. Akses
kesana sangat mudah karena ada jalan tol sebagai penghubungnya. Jarang aja gitu
menemukan tol di Sumatera, ternyata bisa ditemukan di sini. Namanya juga kota
pelabuhan banyak sekali truk muatan macam container dan truk besar yang
berseliweran sepanjang jalan.
Cuaca saat berada di sana
mencapai 40 derajat C, sangat panas sekali, ditambah dengan kondisi jalan yang
berdebu. Wilayah ini adalah tujuan utama dari tugas pekerjaan yang diamanatkan
dari jakarta. Memasuki perkampungan nelayan yang merupakan wilayah dengan
kategori kantong kemiskinan. Nelayan kita pada umumnya sangat jauh dari kata
sejahtera, ini seperti rantai kemiskinan yang dialami seklumit penduduk Indonesia.
Laut berlimpah, tapi nelayannya miskin dan berada dalam rantai kemiskinan yang
sulit di putuskan.
Nelayan di pelabuhan ini
rata-rata tidak memiliki kapal sendiri, mereka menyewa dari sang empunya kapal
atau para bandar yang menawarkannya kepada nelayan. Perjuangan hidup tak hanya
berhenti sampai di situ setelah mereka melaut berhari-hari, jika sedang tak
beruntung kadang tak dapat hasil tangkapan karena angin dan gelombang yang
tinggi. Bahkan tak hanya faktor cuaca kejahatan kriminal pun kadang mendera,
kerap kali hasil tangkapan mereka di ambil paksa oleh perompak bersenjata,
apalah daya mereka tak punya kekuatan untuk melawan
para perompak ini.
Sementara para kaum laki-laki
menjadi nelayan, para kaum ibunya menjadi kuli pengasinan ikan. Upah yang
diterima antara Rp. 3000/ hari atau tergantung
jenis pernimtaan pekerjaan yang dilakukan.
Perkampungan wilayah ini sangat
dipenuhi dengan banyak masalah sosial, sanitasi yang tidak memadai, jika orang
yang tak biasa datang kesana, maka bisa
terkena virus typus, masalah sosial seperti kriminalitas juga tinggi, dan
konflik komunal pun kerap kali terjadi. Perselisihan dipicu dari perebutan
lahan kuburan, lahan parkir,
Namun tak semua wilayah Belawan
seperti itu, yang tadi aku ceritakan hanyalah sepenggal dari kampung yang aku
lewati. Sebagai kota pelabuhan, transportasi kereta api ternyata tersedia di
wilayah ini, lagi-lagi peninggalan Belanda masih dirasakan manfaatnya. Umumnya
kereta yang tersedia adalah kereta pengangkut barang.
Demikianlah kunjungan ke Medan
kali ini aku ceritakan, belum banyak yang bisa di eksplore dari kota ini,
karena kunjungan tugas yang singkat menyebabkan untuk segera bergegas
meninggalkan hiruk pikuk kota ini. Berharap masih ada umur dan kesempatan untuk
menapaki kota Brastagi, dan danau Toba. Keindahan Alam ciptaan Tuhan yang wajib di kunjungi
jika berkunjung ke wilayah Sumatera Utara.
Thanks to Edu naek sihombing dan
Anwar
One day jika ke Medan, kita
ngumpul di merdeka walk ya.
Komentar