TANAH BETAWI MERUYA
Ok, kita mulai menulisnya,
Is all About Meruya.
Sejak kecil gue tinggal di wilayah Meruya, yang merupakan perbatasan antara Propinsi Jakarta dan propinsi Banten, lebih tepatnya berbatasan langsung dengan Tangerang. Karena wilayahnya dipinggiran Kota, masih banyak tanah yang dan lingkungan yang masih assri, tidak sepadat di wilayah pusat kota yang padat dan kumuh.
Sebagai orang meruya gue sangat bangga dengan kondisi lingkungan yang masih banyak pohon, air tanahnya jernih, rumah penduduk tertata rapih. Itulah enaknya tinggal di Meruya. Nama Jalan dan wilayah kampungnya juga lucu-lucu, ada jalur 20, lapangan kiamat, jalur 15, penggilingan, kembang kerep, kubur batu, H. Lebar, cayon, ya masih banyak sederet nama-nama haji yag dijadikan jalan. Nama-nama tersebut berasalah dari tokoh yang sudah meninggal dan pernah mengalami masa kejayaan, entah sebagai Mandor atau tokoh agama.
Kenapa gue bangga sama meruya, selain yang gue sebutkan di atas, Tinggal di pusat kota jakarta itu sangat tidak menyenangkan. Padat, kumuh, sumpek, hampa udara. Pengalaman tersebut gue bandingkan karena gue lumayan sering turun ke masyarakat. Apalagi pemukiman padat penduduk, beuh nggak banget deh, depan rumah ada yang dijadiin tempat nyuci baju, yang airnya mengalir becek kedepan rumah tetangga. Belum lagi sampah yang menumpuk di pintu air. Pokoknya sangat jauh dikatakan layak, terutama ditinjau dari segi sanitasi.
Ya, kalo kita orang kaya sih enak ada pilihan Apartemen atau Hotel berbintang. Cuma siapa yang bisa mengakses ke situ, perbandingannya mungkin 20: 80 dari jumlah warga Jakarta.
Nah disini gue bukan mengupas kesemrautan kota Jakarta yang emang sudah dari sononya susah banget untuk di bentuk kembali kejayaaan Belandanya.
Gue akan mengajak ke wilayah pemukiman Betawi tepatnya kampung cayon. Kemarin gue baru aja keliling naik sepeda dan disana ternyata ada pemukiman yang belum pernah gue datengin, tapi denger namanya sih sering. Sumpah tuh kampung rapih, dengan tipekal rumah betawi nya. Asri karena masih banyak yang usahanya dari tanaman hias. Macam-macam tanaman hiasa dapat ditemukan.
Berbicara mengenai tanaman hias, sekarang sudah mulai sedikit demi sedikit tergusur dari orang yang punya lahan, karena yang punya tanah ingin membangunnya dengan rumah. Orang betawi tahu sendiri kan tanahnya abis di jual, sehingga tidak punya lahan, yang ada lahan garapan dari tanah orang lain, kemampuannya adalah bertani. Orang dulu bercocok tanam menanam padi, sayuran, sekarang karena sawah sudah tidak ada, beralih kepada tanama hias atau sayur mayur seperti Kankung, bayem. Gue menceritakan ini karena keluarga gue mengalami hal seperti itu, tidak punya tanah untuk usaha pertanian, dan digusur karena yang punya tanah ingin memakai kembali hak mereka. Karena kehilangan tanah garapan, maka sumber penghasilan pun tertututp, jadilah pengangguran bertambah. Ini yang gue amati dari kampung meruya, pada kemana ya orang –orang yang tanah garapannya sudah tidak ada lagi. Pada jadi apa ya? Darimana mereka mengantungkan hidup.
Itulah Betawi dengan kejayaan lalunya, yang kini mulai pudar identitasnya, baik kultur maupun tanahnya. Banyak orang Betawi pergi haji, sekarang yang punya lahan, jika tidak mau capek ya buka kontrakan. Rumah kecil yang disewakan kepada kaum pendatang untuk menjadi tinggal semi permanen dari tempat tinggal mereka kerja. Mungkin para orang tua dulu tidak pernah terpikir tanahnya sekarang sudah tersingkir dan perkembangan penduduk semakin banyak.
Komentar